Jadi, tulisan ini dibuat karena habis ngelihat utas/thread di twitter punya kak Ika Natassa yang ini:
Ngobrol2 dikit kita sebelum bobok. Di awal2 kerja, apalagi gaji pertama, pasti ada hasrat gede utk belanja kan? Krn pertama kali punya penghasilan itu, brp pun, pasti seru kali rasanya. Bahkan di saat udh punya tanggungan (keluarga, ortu, dll). Hasrat ingin menikmati gaji.— Ika Natassa (@ikanatassa) June 12, 2019
Lengkapnya bisa klik aja disitu ya, hehehe.
Gimana, udah dibaca?
Cukup terharu? atau biasa aja?
Well, aku nggak ngebahas inti utas yang dibuat kak Ika sih, tapi lebih ke dukungan orang tua dan the power of prayer. Serius, doa orang tua memang manjur dan menguatkan kita pribadi. Meskipun aku belum bisa membahagiakan papa dan mama sekarang ini, masih bikin salah dan geregetan akan perilaku aku di rumah, percayalah aku sangatlah bersyukur punya figur orang tua kaya papa dan mama. Baru sadar di umur segini, didikan papa dan mama baru "kena" saat posisi sekarang. Anyway, i'm fine. Nggak ada sesuatu hal yang mengganjal sih, cuma sekadar refleksi ke belakang, papa dan mama bener-bener ngasih yang terbaik.
Let me tell you about my Papa.
Papa adalah figur yang sangat demokratis. Papa membebaskan anak-anaknya dengan pilihan yang banyak macamnya, dari hal sepele sampe hal yang paling prinsipil. Kenapa papa begitu? Ya, karena didikan Opa saat itu yang, you knowlah--harus sekolah di A, harus jadi B, dan lain-lain. Papa ngerasa kalo dipush kaya gitu juga nggak enak, makanya Papa komitmen kalo punya anak, dia membebaskan anaknya untuk jadi apapun dan tanggung jawab dengan pilihannya. Pesan papa, "Kalo kamu bisa, kamu mampu ngejalanin, ya kamu ambil aja. Jangan ragu-ragu." Papa mengajarkan aku untuk bisa komitmen dengan pilihan yang udah diambil, harus totalitas, semangat dan tetap rendah hati sama orang, nggak menunda-nunda kerjaan dan tetap menyenangkan.
My Mama.
Beyond words.
Karena sehari-hari aku sama Mama, tentunya udah nggak kehitung lagi nasehat yang mama kasih buat aku, dari yang remeh-temeh sampe yang paling serius. Mama lebih menekankan dan selalu ngga bosen ngingetin, "selagi kamu bisa lakukan sendiri, jangan pernah nyusahin orang. Bukan berarti kamu ngga butuh orang lain, tapi kamu juga harus sadar diri dan tahu kondisi." ajaran dari mama ini ngebentuk aku jadi pribadi yang sebisa mungkin nggak nyusahin orang dan harus siap dengan kondisi apapun, nggak terlalu ambil pusing omongan orang.
Satu hal yang membuat aku sangat beruntung akan kehadiran Papa dan Mama: mereka tidak menuntut aku untuk segera menikah dan punya anak. Yup, mereka mulai ngomongin hal-hal seperti ini saat aku mulai masuk semester akhir, disaat aku baru ngerjain skripsi dan persiapan juga sebagai fresh graduate + job seeker. Doa mereka sederhana, mereka ingin lihat aku mempunyai pekerjaan, menikmati hasil jerih payahku, punya penghasilan dan menjadi pribadi yang bebas. Dalam hatiku, rasanya ingin nangis dan peluk mereka. Terima kasih telah menjadi orang tua yang sangat luar biasa, aku tahu masih jauh sekali dari kapasitasku sebagai anak. Pelan-pelan ya Pa, Ma, aku gantian yang membiayai kalian, dan juga Nathan.
Maaf kalo aku cueknya kebangetan,
maaf kalo aku tiap dinasehatin suka pura-pura nggak denger,
maaf kalo aku jarang telfon Papa balik,
Doa kalian menyertai langkahku...
Dari anakmu,

Gimana, udah dibaca?
Cukup terharu? atau biasa aja?
Well, aku nggak ngebahas inti utas yang dibuat kak Ika sih, tapi lebih ke dukungan orang tua dan the power of prayer. Serius, doa orang tua memang manjur dan menguatkan kita pribadi. Meskipun aku belum bisa membahagiakan papa dan mama sekarang ini, masih bikin salah dan geregetan akan perilaku aku di rumah, percayalah aku sangatlah bersyukur punya figur orang tua kaya papa dan mama. Baru sadar di umur segini, didikan papa dan mama baru "kena" saat posisi sekarang. Anyway, i'm fine. Nggak ada sesuatu hal yang mengganjal sih, cuma sekadar refleksi ke belakang, papa dan mama bener-bener ngasih yang terbaik.
Let me tell you about my Papa.
Papa adalah figur yang sangat demokratis. Papa membebaskan anak-anaknya dengan pilihan yang banyak macamnya, dari hal sepele sampe hal yang paling prinsipil. Kenapa papa begitu? Ya, karena didikan Opa saat itu yang, you knowlah--harus sekolah di A, harus jadi B, dan lain-lain. Papa ngerasa kalo dipush kaya gitu juga nggak enak, makanya Papa komitmen kalo punya anak, dia membebaskan anaknya untuk jadi apapun dan tanggung jawab dengan pilihannya. Pesan papa, "Kalo kamu bisa, kamu mampu ngejalanin, ya kamu ambil aja. Jangan ragu-ragu." Papa mengajarkan aku untuk bisa komitmen dengan pilihan yang udah diambil, harus totalitas, semangat dan tetap rendah hati sama orang, nggak menunda-nunda kerjaan dan tetap menyenangkan.
My Mama.
Beyond words.
Karena sehari-hari aku sama Mama, tentunya udah nggak kehitung lagi nasehat yang mama kasih buat aku, dari yang remeh-temeh sampe yang paling serius. Mama lebih menekankan dan selalu ngga bosen ngingetin, "selagi kamu bisa lakukan sendiri, jangan pernah nyusahin orang. Bukan berarti kamu ngga butuh orang lain, tapi kamu juga harus sadar diri dan tahu kondisi." ajaran dari mama ini ngebentuk aku jadi pribadi yang sebisa mungkin nggak nyusahin orang dan harus siap dengan kondisi apapun, nggak terlalu ambil pusing omongan orang.
Satu hal yang membuat aku sangat beruntung akan kehadiran Papa dan Mama: mereka tidak menuntut aku untuk segera menikah dan punya anak. Yup, mereka mulai ngomongin hal-hal seperti ini saat aku mulai masuk semester akhir, disaat aku baru ngerjain skripsi dan persiapan juga sebagai fresh graduate + job seeker. Doa mereka sederhana, mereka ingin lihat aku mempunyai pekerjaan, menikmati hasil jerih payahku, punya penghasilan dan menjadi pribadi yang bebas. Dalam hatiku, rasanya ingin nangis dan peluk mereka. Terima kasih telah menjadi orang tua yang sangat luar biasa, aku tahu masih jauh sekali dari kapasitasku sebagai anak. Pelan-pelan ya Pa, Ma, aku gantian yang membiayai kalian, dan juga Nathan.
Maaf kalo aku cueknya kebangetan,
maaf kalo aku tiap dinasehatin suka pura-pura nggak denger,
maaf kalo aku jarang telfon Papa balik,
Doa kalian menyertai langkahku...
Dari anakmu,
0 comments:
Post a Comment